TEKNIK DISTRIBUSI PREDIKASI
MEMUDAHKAN SISWA MEMAHAMI METAFORA
DAN SIMILE
DALAM PUISI
Oleh : Drs. Akip Effendy, M.Pd.
Penyair menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi yang
khas dalam puisi. Mereka menyatakan sesuatu dengan cara dan gayanya sendiri.
Dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa secara khas ini, Teeuw (1984:70-72)
mengemukakan bahwa penyair sering memakai bahasa yang aneh, gelap, bahkan menyimpang
dari pemakaian bahasa yang wajar dalam
kehidupan sehari-hari. Bahasa puisi bersifat multidimesnsional, memiliki daya
hidup, keindahan dan kedalaman makna yang dikandungnya sangat misterius. Itu
semua hanya dapat diteropong jika pembaca puisi tidak saja memiliki kompetensi
linguistik, sosial, budaya, tetapi juga memiliki kepekaan feeling yang tajam dan terlatih. Tuntutan tersebut, tentu akan
menjadi kendala tersendiri bagi siswa sebagai pembaca pemula. Dalam keadaan
seperti ini, guru yang kreatif tidak
akan tinggal diam. Ia akan mencari kiat-kiat khusus yang dapat digunakan untuk membantu
siswanya memahami makna puisi.
Sumardjo
dan Saini (1986:27) mengungkapkan bahwa
pada umumnya penyair menyukasi penggunaan gaya bahasa kiasan dalam puisi,
seperti metafora, simile, dan personifikasi. Jenis gaya bahasa ini disukai
karena memiliki daya tarik dan daya ungkap yang amat kuat. Daya tarik terlahir
dari citra (imaji) lambang yang digunakan sedang daya ungkap muncul dari
kekuatan makna kias lambang itu. Citra dan lambang dalam puisi mampu memberi
gerak dan menghidupkan puisi. Citra dan lambang mampu mewakili dan menyampaikan
gagasan, perasaan, maupun pengalaman penyair pada pembaca. Bahkan, menurut Freeborn
(1996:63) metafora - termasuk simile - bukanlah
sekedar alat imajinasi puitik dan hiasan retorik semata, tetapi merefleksikan alam pikiran, tindakan, dan pengalaman penyairnya.
Metafora mencerminkan siapa dan bagaimana pemakainya. Justru,
yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mungkin siswa mampu menangkap gagasan, perasaan, dan pengalaman
penyair tanpa mereka mampu memahami makna kias lambang-lambang yang digunakan
itu.
Pada saat membaca puisi, siswa berhadapan dengan masalah
keterbatasan kompetensi sosial, budaya, maupun kompetensi linguistiknya.
Pengalamannya yang minim terhadap kenyataan-kenyataan sosial budaya dalam
kehidupan serta beragamnya tingkat penguasaan aspek kebahasaan, baik yang
berhubungan dengan kosa kata, ungkapan, peribahasa dan lain-lain, menjadikan
siswa tidak mampu menafsirkan makna metafora dan simile dengan baik. Oleh
karena itu, penulis mencoba merancang sebuah teknik yang memungkinkan dapat
membantu mereka memahami metafora dan simile dalam puisi. Teknik tersebut diberi nama Teknik Distribusi Predikasi.
Teknik Distribusi Predikasi (TDP)
Teknik ini sebenarnya merupakan teknik yang mudah dan sederhana, tapi
efektif diterapkan dalam pembelajaran gaya bahasa kiasan, khususnya metafora
dan simile. Rancangan teknik ini diilhami
tulisan John I. Saeed
(2005:345-346) dan Abdul Wahab (2005:72) tentang metafora. Menurut Saeed, dalam metafora dan simhle terdapat pemindahan
makna (concept transference). Pada keduanya terdapat
identifikasi kemiripan hal-hal yang dianalogikan. Hanya saja, analogi dalam metafora bersifat langsung (direct analogi) sedangkan dalam simile
bersifat tidak langsung (indirect analogi).
Analogi dalam simile bersifat tidak langsung karena dalam gaya bahasa ini digunakan
piranti linguistik berupa konjungsi komparatif. Pada keduanya terdapat dua
komponen, yaitu domain target (target domain) dan domain sumber (source domain). Wahab
(2005:72) mengistilahkan domain target sebagai signified,
yaitu bagian yang posisinya dilambangkan dan
domain
sumber sebagai signifier, yaitu bagian yang posisinya dijadikan sebagai lambang.
Atas dasar adanya pemindahan makna antara lambang dengan yang
dilambangkan itu, dapat diasumsikan bahwa konsep-konsep yang berlaku atas
lambang tentunya akan berlaku pula atas yang dilambangkan. Pengertian-pengertian
yang terjadi secara wajar dan logis pada lambang, terjadi pula pada yang
dilambangkan. Konsep-konsep itu secara verbal diwujudkan dalam bentuk
predikasi-predikasi. Melalui predikasi-predikasi yang dapat dipakai bersama
secara distributif inilah makna metafora maupun simile dapat direkonstruksi.
Semakin banyak predikasi yang dapat dimunculkan, akan semakin baik dan jelas
makna metafora dan simile.
Tentu, pada saat mencoba mendeskripsi predikasi-predikasi
suatu lambang, dimungkinkan muncul predikasi tertentu yang tidak dapat berlaku
pada komponen yang dilambangkan. Untuk itu, predikasi-predikasi itu harus
memenuhi dua kreiteria, yaitu berterima (appropriatness)
dan logis (logic). Berterima
maksudnya predikasi itu layak dan dapat diterima sebagai ekspresi komunikasi
yang wajar dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, logis maksudnya predikasi
itu merupakan pernyataan yang dapat diterima akal sehat. Sebagai contoh, pada
kalimat metaforis wajahmu bulan purnama, predikasi
benda ruang angkasa dapat berlaku
pada komponen bulan purnama, tetapi
tidak berlaku pada komponen wajahmu. Salah
satu predikasi yang memenuhi kriteria di atas untuk kalimat metaforis ini
adalah indah dipandang.
Untuk lebih
jelasnya, pada kalimat metaforis Waktu
adalah uang, kata waktu
sebagai komponen yang dilambangkan, uang
sebagai komponen yang melambangkan (lambang). Predikasi-predikasi yang dapat
dipakai bersama adalah berguna, berharga,
sangat dibutuhkan, dipakai secara teratur. Bila dipakai dalam kalimat,
sebagai berikut.
(1)
Uang itu berguna bagi
setiap orang.
(2)
Dalam kehidupan
sehari-hari, uang sangat berharga.
(3)
Uang sangat dibutuhkan
siapa saja.
(4)
Uang
harus dipakai secara teratur.
Setiap kata uang pada kalimat-kalimat di atas, dapat
didistribusi dengan kata waktu. Ini
membuktikan predikasi-predikasi itu dapat dipakai bersama antara signifier uang dengan signified waktu. Dengan demikian, makna
yang dimaksud ungkapan tersebut adalah waktu
itu berharga nilainya, sangat berguna bagi siapa saja, sangat dibutuhkan siapa
saja, dan harus dipakai secara teratur sebagaimana uang. Proses
rekonstruksi makna kias seperti itu digambarkan seperti bagan berikut.
Aplikasi dalam Pembelajaran
Penerapan teknik ini dalam pembelajaran dapat
menggunakan metode apa saja, bergantung situasi dan kreativitas guru. Yang
terpenting, dalam pelaksanaannya dilakukan empat tahap kegiatan belajar yang disebut dengan DVD-R, yaitu deskripsi, verifikasi, distribusi, dan rekonstruksi. Deskripsi merupakan
kegiatan mencari, menemukan, dan menuliskan predikasi-predikasi yang mungkin
berlaku atas suatu lambang. Verifikasi merupakan kegiatan rechek oleh teman untuk memastikan apakah predikasi-predikasi yang
ditemukan telah memenuhi azas berterima
(appropriatness) dan logis (logic). Distribusi merupakan
kegiatan menyusun kalimat sederhana dengan lambang dan predikasi-predikasi,
kemudian menukarkan lambang dengan komponen yang dilambangkan. Dan, rekonstruksi merupakan kegiatan
menjabarkan makna yang dikandung metafora atau simile berdasarkan
pengertian-pengertian kalimat hasil kegiatan distribusi.
Sebagai sebuah model, penulis telah melakukan kegiatan
pembelajaran sebagai berikut. Pada tahap
perencanaan, disiapkan beberapa puisi yang relevan dan memiliki
tingkat kesulitan yang relatif sama. Dipersiapkan pula perangkat pembelajaran,
termasuk lembar lembar kerja siswa dan perangkat post test. Pada tahap pelaksanaan, dijelaskan
cara memahami metafora dan simile dengan teknik
distribusi predikasi beserta
contohnya melalui LCD Projector. Selanjutnya,
siswa dibagi mengadi 8 kelompok. Empat kelompok yang pertama , yaitu kelompok
A,B,C, dan D merupakan lingkar kelompok I (LK1), empat kelompok yang kedua ,
yaitu kelompok E,F,G, dan H merupakan lingkar kelompok II (LK2). LK melakukan
kegiatan belajar mendeskripsi,
memverifikasi, mendistribusi, dan
merekonstruksi. Masing-masing LK diberi sebuah teks puisi yang berbeda.
Selanjutnya, pada LK1, begitu pula pada LK2, kegiatan belajar berlangsung
sebagai berikut.
1) Deskripsi
Semua kelompok dalam LK membaca bersama teks puisi , lalu ditetapkan
gaya bahasa metafora atau simile yang terdapat di dalamnya. Metafora atau
simile yang ditemukan beserta lambang dan
yang dilambangkan dituliskan dalam lembar kerja. Setiap anggota kelompokdalam
LK, secara bergiliran, mengajukan sebuah
predikasi mungkin berlaku pada lambang
dengan cara menjawab pertanyaan “Apakah yang dapat Anda katakan tentang lambang
itu?” Jika semua anggota telah memberi jawaban, maka didapatkan deskripsi
predikasi sebanyak 5 buah. Kelima predikasi ditulis dalam lembar kerja siswa
2) Verifikasi
Lembar kerja kelompok A diverifikasi kelompok B, lembar kerja kelompok B
diverifikasi kelompok C, dan seterusnya. Pada saat kelompok B memverifikasi
lembar kerja kelompok A, dilakukan dua kegiatan, yaitu 1) me-rechek apakah predikasi-predikasi telah
memenuhi azas berterima (appropriatness) dan logis (logic), 2)
predikasi yang tidak diajukan (ditulis) oleh kelompok A, tetapi diajukan oleh
kelompok B dalam lembar kerjanya, ditambahkan pada lembar kerja kelompok A.
Setelah itu, lembar kelompok A oleh kelompok B diberikan pada kelompok C untuk
dilakukan hal yang sama. Kegiatan ini terus berlangsung berputar, samapi akhirnya
lembar kelompok A kembali pada kelompok A. Hasilnya, lembar kerja masing-masing
kelompok pada LK1 akan sama. Kegiatan yang serupa juga terjadi pada LK2.
3) Distribusi
Pada kegiatan tahap 3 ini, tiap-tiap kelompok dalam LK
menyusun beberapa kalimat dengan menggunakan predikasi-predikasi yang ada atas
lambang. Kalimat sederhana sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.
Kalimat-kalimat ditulis dalam lembar kerja. Setelah itu, unsur subjek pada
masing-masing kalimat diganti dengan komponen yang dilambangkan dalam metafora
atau simile.
4) Rekonstruksi
Pada
tahap terakhir ini, setiap kelompok pada masing–masing LK merumuskan makna metafora
atau simile berdasarkan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kalimat
hasil distribusi. Rumusan makna tersebut ditulis dalam lembar kerja, keludian disampaikan secara
lisan.
Dalam kegiatan penutup, rumusan makna metafora atau simile yang diajukan
secara lisan oleh tiap-tiap kelompok pada masing-masing LK dimungkinkan ada
sedikit perbedaan. Untuk itu,
masing-masing LK diminta menyimpulkan sebuah rumusan makna metafora atau simile
yang telah dipelajari. Setelah selesai, lembar kerja dikumpulkan dan dilanjutkan
dengan kegiatan post test. Demikian,
semoga tulisan ini berguna bagi siapa saja yang peduli terhadap peningkatan
kualias PBM dan hasilnya dalam bidang gaya bahasa, khususnya metafora dan
simile.
DAFTAR
RUJUKAN
Endraswara, Suwardi. 2003.
Metodologi Penelitian Sastra, Epistimologi
Model Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :
Pustaka Widyatama.
Effendy, Akip. 2009. Metafora dalam Puisi Remaja pada
Majalah Sastra Horison. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS Unisma.
Kemmis, Stephen
and McTaggart. 1988. The action research
planner. Victoria:
Deakin University Press. 3rd ed.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian
Puisi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Saeed, John I. 2005. Semantics. Malden, Oxford, Vitoria :
Blackwell Publishing.
Siswantoro. 2005. Apresiasi Puisi-puisi Sastra Inggris.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Wahab, Abdul. 1989. Pendekatan Psikolinguistik
terhadap Metafora dan Implikasinya dalam Pengajaran Sastra, dalam Puitika. HISKI Komisariat Malang. Malang:
YA3.
Wahab, Abdul. 2005. Butir-butir
Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan
Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar